Adalah kenyataan bahwa setiap orang juga dirinya mandiri, pribadi dengan segala kelebihan dan juga kekurangannya, yang mampu membuat putusan tanpa menggantungkan diri pada orang lain. Zaman pun tidak pula berbeda, karena setiap zaman memiliki cirinya sendiri, dan berubah ke arah tinentu sebagai hasil adu-kekuatan antarmereka sezaman.

Sebelum zaman baru tiba, berbagai peristiwa dan gejala bermunculan yang berhubungan dengan semua perubahan yang akan datang, dan semua dapat diamati, diakui ataupun tidak, atau mungkin saja, kita sekedar mencoba menghubung-hubungkan peristiwa atau hal yang satu dengan yang lain. Maka tidak mengeherankan sampai muncul pernyataan Kipling—yang masih akan disinggung lagi di bawah—yang terkenal 'Coming events cast their shadows before'. (Bayang-bayang yang bakalan terjadi, lama sebelumnya sudah tertangkap) Atau yang dikatakan Johan Huizinga, 'In het verleden ligt het heden, In het heden de toekomst'. (Masalalu masih membekas, Masadepan sudah hadir.) Orang Bali mempunyai cara megungkapkan sendiri, Atita, Anagata. Wartamana Masalampau, Masadepan, Masakini, masa depan didahulukan karena memang sudah ada, hanya tidak semua orang dapat 'melihatnya', kecuali para pedanda.

Istilah Jerman Zeitgeist atau Indonesianya semangat zaman yang telah disinggung dalam Parwa Satu, tak lain adalah kenyataan serupa yang tidak dapat disangkal. Kita akan membicarakan itu sekarang untuk negeri ini, diawali dengan orang yang menciptakan nama Indonesia..karena sebelumnya nama itu tidak ada. Rudolf Bastian (26 Juni 1826—2 Peb 1905) adalah orang yang melancarkan nama Indonesia. Tulisannya berjudul Indonesien, oder die Insel der Malaischen Archipelago (Indonesia atau Kepulauan Negeri Melayu) (1884—94), ahli antropologi Jerman itu untuk kali yang pertama menyebut kata Indonesia yang kemudian mendunia. Rupanya ia terkesan akan kemiripan lahiriah penduduknya, dari potongan badan, raut muka, dan warna kulit, bahkan sepotong-sepotong kosakatanya yang ia tangkap.

Kalau mau, kita hubungkan kemunculan nama Indonesia dengan peristiwa besar berupa letusan G. Krakatau di Selat Sunda yang menggegerkan dunia. Sebelumnya, gunungapi itu entah sejak kapan tidak menampakkan kegiatan—dengan kata lain—beristirahat. Awalnya muncul berbagai gejala, berupa kepulan asap, lalu letusan, mula-mula kecil yang berangsur-angsur membesar, dan akhirnya pada 26—28 Agustus 1883 gunung itu meledak dengan hebat hingga terbentuk kaldera. Peristiwa itu meninggalkan gambaran ukuran kedahsyatannya: badan gunung, termasuk kerucutnya lenyap karena terhempas dan menyebar ke udara, menimbulkan gelombang pasang dahsyat yang kini kita kenal dengan nama tsunami dari bahasa Jepang. Sebagai akibatnya, daerah di kedua sisi Selat Sunda porak-poranda. Gelegar bak-ledakan bom besar terdengar di Perth di pantai Australia Barat.Yang sangat mengesankan adalah abu yang terlontar hingga stratosfer, dan menyebabkan selama waktu tiga tahun pada setiap mahrib di barat dapat disaksikan layung indah. Gelombang pasang raksasa tsunami itu yang berarah ke baratlaut, merambat melewati Samudera Hindia dan menghempas di pantai Benua Amerika Selatan, di sana terbias, dan akhirnya mencapai pantai Inggris selatan. Itu, konon, amaran bagi penduduk dunia bahwa Indonesia telah lahir.

Tepat pada pergantian tahun dan sekaligus abad baru, seorang ratu naik tahta di Negeri Belanda, negeri yang menjajah kepulauan ini. Dengan kemunculan Ratu Wilhelmina dari Wangsa Oranje- Nassau, muncul sesuatu yang baru dalam kebijakan negara itu, dengan nama ethische politiek yang sudah disinggung di atas dan arti harfianya. Secara umum, kebijakan itu semacam sikap balas jasa. Diterjemahkan secara umum pula, itu adalah langkah memberi 'balas jasa' berupa pendidikan lebih baik kepada rakyat negeri kepulauan ini. Sejak itu, pendidikan umum di semua jenjang kian tampak. Termasuk di dalamnya adalah upaya meningkatkan kesehatan rakyat, diawali dengan pendidikan 'dokter Jawa'. Mereka yang berpikiran lain itu umumnya pendatang, berasal dari luar dan dengan hati bersih, ikhlas.

Bagi orang Eropa yang datang di sini, yang menarik selain alam daerah tropika yang benar-benar mempesona, juga penduduk pribumi yang di mata mereka penuh iba. Rasa seperti itu tidak mngkin timbul tiba-tiba, tetapi tumbuh perlahan-lahan, diawali dengan ketersediaan fakta, setelah melihat dengan mata sendiri bahwa diri mereka, berbeda dengan pihak 'sini'.